Sudah 18 tahun Timotius menikah dengan Sonnie. Namun di tahun-tahun awal pernikahan, tidak ada keharmonisan sedikit pun di dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ada banyak perselisihan yang semakin hari semakin memperburuk kehidupan pernikahan Timotius dan Sonnie. Bahkan anak mereka pun ikut menjadi korban. Sering kali sang anak dipukuli oleh ibu mereka sendiri. "Sampai efeknya, mereka menjadi anak yang bodoh," ucap Sonnie, isteri Timotius sambil menangis.
Latar Belakang Timotius
Timotius terbiasa mempunyai hubungan yang dekat dengan keluarganya. Bahkan ia sering membantu adik dan keluarganya dalam hal keuangan. Bagi Timotius, keluarganya adalah yang terpenting dalam hidupnya, terutama kakak dan adiknya. Ia merasa harus membantu keluarganya dan menjaga supaya mereka tidak dicela orang. Tersimpan keinginan besar dalam hatinya untuk menjadi pahlawan bagi kakak dan adiknya. Hal ini terjadi karena ia yang pertama kali bisa mandiri dan ingin menunjukkan kemampuannya kepada mereka dalam hal keuangan.
Sejak umur 12 tahun Timotius sudah ikut saudara sepupunya. Ia menjadi kacung dan sering kali diremehkan orang. Ipar Timotius bekerja sebagai kepala bank dan pegawai-pegawainya selalu mengira bahwa Timotius adalah kacungnya. Setiap ada pertemuan keluarga, tidak pernah Timotius diajak, karena dia sudah dianggap kacung dan bukan bagian dari keluarga. Timotius hidup dengan menumpang di rumah saudara sepupu yang satu ke saudara yang lain. Hingga pada akhirnya setelah lulus dari sekolah, ia bisa bekerja sendiri sambil mengambil kuliah malam. Namun untuk lulus dari sekolah pun ia harus mengalami drop-out sampai 3 kali. Hal-hal itulah yang membuat gambar diri Timotius rusak dan gambar diri yang rusak itu dibawanya masuk ke dalam pernikahan bersama Sonnie.
Latar Belakang Sonnie
Sonnie adalah anak kedua dan dibesarkan di keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah seorang sopir dan ibunya membantu berjualan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ketika Sonnie lulus dari bangku SD, ia sudah membantu ibunya berjualan untuk mencari uang. Ayah Sonnie cukup perduli dengan anak-anaknya. Walaupun ia bekerja sebagai sopir, tetapi ia ingin anak-anaknya bisa sekolah tinggi. Sonnie melihat dan merasakan betapa ayahnya sangat sayang dan perduli kepadanya. Tetapi di sisi lain, Sonnie juga sering melihat keluarganya dihina dan dicela oleh banyak orang karena ketidakharmonisan dan kemiskinan. "Beli baju untuk pergi ke ulang tahun teman saja sangat sulit saya dapatkan," ujar Sonnie.
Pada suatu hari Sonnie tidak diberikan uang untuk membeli baju oleh ibunya. Ibunya berkata tidak ada. Tapi setelah itu ia melihat kakaknya meminta uang kepada ibunya dan diberikan. Melihat kejadian itu Sonnie kecewa dan mulai timbul kepahitan kepada ibunya. Sempat terlontar dari mulutnya perkataan kasar kepada ibunya setelah kejadian itu, "Kalau saya sudah besar dan bekerja, saya tidak akan berikan mama uang!"
Ayah Sonnie pun turut membantu pernikahan Sonnie dengan Timotius hingga mereka bisa menjadi seperti saat ini. Ia sangat sayang kepada Sonnie sehingga ia sering menghabiskan apa yang ia punya untuk Sonnie. Dan ketika ayah Sonnie meninggal, Sonnie mulai dituntut untuk hidup tanpa dukungan sang ayah dan ia harus hidup mandiri tanpa bergantung kepada siapa pun.
Masalah Keuangan Memicu Perselisihan
Sonnie yang semenjak lepas remaja mulai hidup mandiri tanpa dukungan orang tua, merasa gerah melihat perbuatan Timotius ketika memberikan uang kepada adik dan kakaknya. Bukan hanya beberapa kali, namun sering kali Timotius membantu keluarganya dalam hal keuangan. Bahkan Sonnie melihat bahwa keluarga suaminya tidak pernah membimbing Timotius untuk mencari uang semenjak mereka menikah. Akan tetapi mereka selalu menuntut untuk diberikan uang. Hal itu tidak pernah Sonnie duga sebelum ia mengambil keputusan untuk menikah dengan Timotius.
Sonnie yang pada waktu itu tahu bagaimana keadaan keuangan rumah tangga mereka, selalu emosi ketika melihat Timotius bersikap seolah-olah ingin menunjukkan kepada keluarganya bahwa ia mampu. Padahal sebaliknya. Timotius pun ikut tertekan dengan situasi itu. Ia merasa ingin mempertahankan egonya di depan keluarga, namun dengan begitu ia malah menambah permasalahan di dalam rumah tangganya sendiri. Terutama dengan Sonnie yang selalu menggerutu mengenai sikap suaminya yang tidak bertanggung-jawab dalam hal keuangan keluarga dan tidak memperhatikan anak dan isterinya sendiri. Menurut Sonnie keadaan keuangan keluarganya masih labil dan belum saatnya mereka memberikan bantuan untuk keluarga Timotius yang tidak pernah mau berusaha sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. "Saya sebenarnya tidak melarang suami saya membantu, tapi kalau sudah kuat dulu," ujar Sonnie. Pada waktu itu mereka belum memiliki rumah sendiri dan belum bisa menyisihkan pendapatan mereka untuk ditabung. Tindakan Timotius memberikan sebagian dari penghasilannya secara rutin kepada kakak dan adiknya itulah yang selalu memancing keributan bersama sang isteri.
"Persoalan-persoalan yang muncul pasti ada di dalam rumah tangga karena perbedaan karakter di antara kami," ujar Timotius. "Seperti, isteri saya ini biasa berteriak saat bicara. Hal itu kurang bisa saya terima. Sehingga ketika ia berteriak, pikiran saya mulai kacau dan saya tanggapi juga dengan berteriak sehingga kita bertengkar besar."
Mengurus Proses Perceraian
Ketika konflik terjadi dan Sonnie mengatakan sesuatu yang buruk tentang keluarga Timotius, Timotius bisa langsung marah dan tidak segan-segan menyakiti isterinya sendiri. Timotius sendiri merasa isterinya selalu menyerang dia dalam setiap kesempatan yang ada. Bahkan di saat mereka sedang berada dalam kelompok sel gereja. Hal ini terus berlangsung bertahun-tahun hingga Sonnie tidak tahan lagi dengan keadaan rumah tangganya dan memutuskan untuk pergi ke pengacara meminta bantuan proses perceraian. Sonnie mengambil keputusan untuk bercerai setelah ia merasa tekanan dari keluarga Timotius ikut menambah penderitaannya. Keluarga Timotius selalu menyudutkan Sonnie dan menuduhnya sebagai penghasut. "Mereka bilang saya tidak memperhatikan keluarga suami saya, mereka bilang saya jahat, saya membuat suami saya tidak memperhatikan keluarganya, bahkan dianggap mengajarkan kepada suami untuk tidak dekat dengan keluarganya. Sedangkan sebenarnya saya tidak bermaksud demikian. Tuhan yang tahu hati saya. Tapi saya tetap yang disalahkan," ujar Sonnie.
Retreat Yang Mengubahkan
Hingga pada suatu hari, di saat kejenuhan Timotius juga sudah semakin memuncak, ia mengikuti sebuah retreat / man's camp dengan salah satu gereja. Ada banyak firman Tuhan yang disampaikan dan tentang kebenaran-kebenaran dalam pernikahan yang didapat oleh Timotius melalui acara di tempat itu. Pikiran Timotius mulai terbuka. "Setelah saya mengikuti retreat, saya tahu bahwa saya tidak berfungsi sebagai kepala. Apalagi sebagai imam. Saya tidak berfungsi sama sekali," ujar Timotius dengan penuh rasa penyesalan. Ketika ia kembali dari tempat retreat, Timotius berbicara kepada anak-anak dan istrinya untuk meminta maaf atas setiap tindakan salah yang selama ini telah ia lakukan. Ia peluk dan cium seluruh anggota keluarganya di rumah.
"Pulang-pulang saya juga kaget dengan perubahan dia. Dia minta maaf sama saya, dia minta maaf sama anak-anak. Dia menangis. Saya melihat suami saya berubah, tentunya kalau rumah tangga kita mau bagus dan mau baik dan sepakat, saya juga rindu untuk berubah," ujar Sonnie.
Indahnya Keharmonisan Keluarga
Setelah itu mereka mengikuti MMI (Mariage Ministries International). Di situ mereka baru benar-benar mengalami pemulihan hubungan sebagai suami - isteri - keluarga. Timotius dan Sonnie belajar menghayati kesatuan untuk mengemban tugas masing-masing sebagai suami dan isteri. Akhirnya mereka dapat menyimpulkan bahwa pernikahan secara Kristen saja tidak menjamin kehidupan rumah tangga yang harmonis. "Perkawinan yang sesungguhnya adalah mewujudkan keluarga Illahi. Tapi hal ini bisa terwujud jika kita tahu rahasia pernikahan di firman Tuhan," ujar Timotius. Ia masih tetap membantu keluarga besarnya, namun prioritas utamanya telah ditetapkan untuk isteri dan anak-anaknya.
Sonnie sendiri mulai terbuka dan mau mencari jalan yang terbaik dari setiap permasalahan yang mereka temukan. Ia mau berusaha keras mengubah sifatnya yang kasar terhadap suami dan anak-anaknya. "Saya senang suami saya menyadari hal itu. Bukan berarti kita tidak memperhatikan atau mementingkan keluarga kita yang mengalami kesusahan. Kita pasti memberi dan memperhatikan mereka. Bukan hanya saudara atau keluarga yang harus kita beri, tetapi orang lain atau siapa pun yang mengalami kesusahan harus kita beri. Memberi itu lebih baik dari pada menerima," ujar Sonnie. Selama 18 tahun mereka berumah tangga, 16 tahun pertama mereka jalani dengan keributan terus menerus. Namun 2 tahun belakangan ini mereka baru bisa merasakan begitu indahnya kehidupan dalam rumah tangga setelah pribadi masing-masing dipulihkan Tuhan. Perubahan demi perubahan mulai mereka alami; mereka bisa sehati, bisa saling memercayai, bisa melepaskan pengampunan satu dengan yang lain - khususnya Sonnie kepada keluarga suaminya, dan Sonnie juga tak lupa meminta maaf kepada anak-anaknya yang sempat mengalami kepahitan karena perbuatan kasarnya. Kebenaran firman Tuhan telah mengubahkan keadaan keluarga Timotius Laoly menjadi semakin indah. (Kisah ini telah ditayangkan 26 September 2007 dalam acara Solusi Life di O Channel).
Sumber Kesaksian :Timotius LaolyAnda ingin menyaksikan versi video dari kisah ini? Nonton di sini!